|
Ini merupakan ceritaku nyata. Pada saat aku masih kuliah
di semester 2, ibuku sakit dan dirawat di kota
S. Oh, iya aku tinggal di kota L. Cukup jauh
sih dari kota
S. Karena ibuku sakit, sehingga tidak ada yang masak dan menunggu dagangan. Soalnya adik-adikku semua masih sekolah.
|
Akhirnya aku usul
kepada ibuku kalau sepupuku yang ada di kota
lain menginap di sini (di rumahku). Dan ide itu pun disetujui. Maka datanglah
sepupuku tadi. Sepupuku (selanjutnya aku panggil Anita) orangnya sih tidak
terlalu cantik, tingginya sekitar 160 cm, dadanya masih kecil (tidak nampak
montok seperti sekarang). Tetapi dia itu akrab sekali dengan aku.
Aku dianggapnya seperti kakak sendiri. Nah kejadiannya itu
waktu aku lagi liburan semester. Waktu liburan itu aku banyak menghabiskan
waktu untuk menunggu dagangan ibuku. Otomatis dong aku banyak menghabiskan
waktu dengan Anita. Mula-mulanya sih biasa-biasa saja, layaknya hubungan kami
sebagai sepupu. Suatu malam, kami (aku, Anita, dan adik-adikku) sudah ingin
tidur. Adikku masing-masing tidur di kamarnya masing-masing. Sedang aku yang
suka menonton TV, memilih tidur di depan TV. Nah, ketika sedang menonton TV,
datang Anita dan nonton bersamaku, rupanya Anita belum tidur juga.
Sambil nonton, kami berdua bercerita mengenai segala hal
yang bisa kami ceritakan, tentang diri kami masing-masing dan teman-teman kami.
Nah, ketika kami sedang nonton TV, dimana film di TV ada adegan ciuman antara
laki-laki dan perempuan (sorry udah lupa tuh judul filmnya).
Eh, Anita itu merespon dan bicara padaku, “Wah temenku sih
biasa begituan (ciuman).”
Terus aku jawab, “Eh.. Kok tau..?”
Rupanya teman Anita yang pacaran itu suka cerita ke Anita
kalau dia waktu pacaran pernah ciuman bahkan sampai ‘anu’ teman Anita itu
sering dimasuki jari pacarnya. Tidak tanggung-tanggung, bahkan sampai dua
jarinya masuk. Setelah kukomentari lebih lanjut, aku menebak bahwa Anita nih
ingin juga kali. Terus aku bertanya padanya, “Eh, kamu mau juga nggak..?”
Tanpa kuduga, ternyata dia mau. Wah kebetulan nih.
Dia bahkan bertanya, “Sakit nggak sih..?”
Ya kujawab saja, “Ya nggak tahu lah, wong belum pernah… Gimana..,
mau nggak..?”
Anita berkata, “Iya deh, tapi pelan-pelan ya..? Kata temenku
kalo jarinya masuk dengan kasar, ‘anunya’ jadi sakit.”
“Iya deh..!”, jawabku. Kami berdua masih terus menonton film
di TV. Waktu itu kami tiduran di lantai.
Kudekati dia dan langsung tanganku menuju selangkangannya
(to the point bok..!). Kuselusupkan tangan kananku ke dalam CD-nya dan
kuelus-elus dengan lembutnya. Anita tidak menolak, bahkan dengan sengaja
merebahkan tubuhnya, dan kakinya agak diselonjorkan. Saat merabanya, aku
seperti memegang pembalut, dan setelah kutanyakan ternyata memang sejak lima hari lalu dia sedang
menstruasi. Aku tidak mencoba membuka pakaian maupun CD-nya, maklumlah takut
kalau ketahuan sama adik-adikku. Dengan CD masih melekat di tubuhnya, kuraba
daerah di atas kemaluannya.
Kurasakan bulu kemaluannya masih lembut, tapi sudah agak
banyak seperti bulu-bulu yang ada di tanganku. Kuraba terus dengan lembut, tapi
belum sampai menyentuh ‘anunya’, dan terdengar suara desisan walau tidak keras.
Kemudian kurasakan sekarang dia berusaha mengangkat pantatnya agar jari-jariku
segera menyentuh kemaluannya. Segera kupenuhi keinginannya itu. Waktu pertama
kusentuh kemaluannya, dia terjengat dan mendesis. Kugosok-gosok bibir
kewanitaannya sekitar lima
menit, dan akhirnya kumasukkan jari tengahku ke liang senggamanya.
“Auw..,” begitu reaksinya setelah jariku masuk setengahnya
dan tangannya memegangi tanganku.
Setelah itu dengan pelan kukeluarkan jariku, “Eeessshhh..”,
desisnya.
Lalu kutanya, “Gimana..? Sakit..?”
Dia menggeleng dan tanpa kusadari tangannya kini memegang
telapak tangan kananku (yang berada di dalam CD-nya), seakan memberi komando
kepadaku untuk meneruskan kerjaku. Sambil terus kukeluar-masukkan jariku, Anita
juga tampak meram serta mendesis-desis keenakan. Sementara terasa di dalam
CD-ku, batang kemaluanku juga bangun, tapi aku belum berani untuk meminta Anita
memegang rudalku (padahal aku sudah ingin sekali). Sekitar 10 menit peristiwa
itu terjadi. Kulihat dia tambah keras desisannya dan kedua kakinya dirapatkan
ke kaki kiriku.
Sepertinya dia telah mengalami klimaks, dan kami akhirnya
tidur di kamar masing-masing. Hari berikutnya, aku dan Anita siap-siap membuka
warung, adikku pada berangkat sekolah, sehingga hanya ada aku dan Anita di
warung. Hari itu Anita jadi lebih berani padaku. Di dalam warungku sambil duduk
dia berani memegang tanganku dan menuntunnya untuk memegang kemaluannya. Waktu
itu dia memakai hem dan rok di atas lutut, hingga aku langsung bisa memegang
selangkangannya yang terhalang CD dan pembalut. Kaget juga aku, soalnya ini kan lagi ada di warung.
“Nggak pa-pa Mas.., khan lagi sepi”, katanya dengan enteng
seakan mengerti yang kupikirkan.
“Lha kalo ada pembeli gimana nanti..?”, tanyaku.
“Ya udahan dulu, baru setelah pembelinya balik, kita
lanjutin lagi, ok..?”, jawabnya. Dengan terpaksa kuraba-raba selangkangannya.
Hal tersebut kulakukan sambil mengawasi di luar warung kalau-kalau nanti ada
pembeli datang. Sementara aku mengelus selangkangannya, Anita mencengkeram
pahaku sambil bibirnya digigit pelan tanda menikmati balaianku. Peristiwa itu
kuakui sangat membuatku terangsang sekali, sehingga celana pendekku langsung
terlihat menonjol yang bertanda batang kejantananku ingin berontak. “Lho Mas,
anunya Mas kok ngaceng..?”, katanya.
Ternyata dia melihatku, kujawab, “Iya ini sih tandanya aku
masih normal…”
Aku terus melanjuntukan pekerjaanku. Tanpa kusadari dia pun
mengelus-elus celanaku, tepat di bagian batang kemaluanku. Kadang dia juga
menggenggam kemaluanku sehingga aku juga merasa keenakan. Baru mau kumasukkan
tanganku ke CD-nya, tiba-tiba aku melihat di kejauhan ada anak yang sepertinya
mau membeli sesuatu di warungku.
Kubisiki dia, “Heh ada orang tuh..! Stop dulu ya..?” Aku
menghentikan elusanku, dia berdiri dan berjalan ke depan warung. Benar saja,
untung kami segera menghentikan kegiatan kami, kalo tidak, wah bisa berabe
nanti. Sehabis melayani anak itu, dia balik lagi duduk di sebelahku dan kami
memulai lagi kegiatan kami yang terhenti. Seharian kami melakukannya, tapi aku
tidak membuka CD-nya, karena terlalu beresiko.
Jadi kami seharian hanya saling mengelus di bagian luar
saja. Malam harinya kami melakukan lagi. Aku sendirian nonton TV, sementara
adikku semua sudah tidur. Tiba-tiba dia mendatangiku dan ikut tiduran di lantai,
di dekatku sambil nonton TV. Kemudian tiba-tiba dia memegang tanganku dan
dituntun ke selangkangannya. Aku yang langsung diperlakukan demikian merasa
mengerti dan langsung aku masuk ke dalam CD-nya, dan langsung memasukkan jariku
ke kemaluannya. Sedangkan dia juga langsung memegang batang kejantananku. “Aku
copot ya CD kamu, biar lebih enakan”, kataku.
Dia mengangguk dan aku langsung mencopot CD-nya. Saat itu
dia memakai rok mininya yang tadi, sehingga dengan mudah aku mencopotnya dan
langsung tanganku mengorek-ngorek lembah kewanitaannya dengan jari telunjukku.
Aku juga menyuruh mengeluarkan batang kejantananku dari CD-ku, sehingga dia
kini bisa melihat rudalku dengan jelas, dan dia kusuruh untuk menggenggamnya.
Kukorek-korek kemaluannya, kukeluar-masukkan jariku, tampaknya dia sangat
menikmatinya. Kulihat batang kemaluanku hanya digenggamnya saja, maka kusuruh
dia untuk mengocoknya pelan-pelan, namun karena dia tidak melumasi dulu
batangku, maka kemaluanku jadi agak sakit, tapi enak juga sih. “Eehhhsssttt…
Eehhhsssttt… Ouw.., eehhhsssttt… Eehhhsssttt… Eehhhssstt..”
Begitu erangannya saat kukeluar-masukkan jariku.
Kumasukkan jariku lebih dalam lagi ke liang kewanitaannya
dan dia mendesis lebih keras, aku suruh dia agar jangan keras-keras, takut
nanti adikku terbangun.
“Kocokkannya lebih pelan dong..!”, kataku yang merasa
kocokkannya terhenti. Kupercepat gerakan jariku di dalam liangnya, kurasakan
dia mengimbanginya dengan menggerakkan pantatnya ke depan dan ke belakang,
seakan dia lagi menggauli jariku.
Dan akhirnya, “Oh.., oohhh.. Oohhh.. Ohhh..” Rupanya dia
mencapai klimaksnya yang pertama, sambil kakinya mengapit dengan keras kaki
kananku. Kucabut jariku dari kemaluannya, kulihat masih ada noda merah di
jariku. Karena aku belum puas, aku langsung pergi ke kamar mandi dan kutuntun
Anita. Di kamar mandi aku minta dia untuk mengocok batang kejantananku dengan
tangannya. Dia mau. Aku lepaskan celanaku, setelah itu CD-ku dan batang
kejantananku langsung berdiri tegap. Kusuruh dia mengambil sabun dan melumuri
tangannya dengan sabun itu, lalu kusuruh untuk segera mengocoknya. Karena belum
terbiasa, sering tangannya keluar dari batangku, terus kusuruh agar tangannya
waktu mengocok itu jangan sampai lepas dari batangku.
Setelah lima
menit, akhirnya aku klimaks juga, dan kusuruh menghentikan kocokannya. Seperti
pagi hari sebelumnya, kami mengulangi perbuatan itu lagi. Tidak ada yang dapat
kuceritakan kejadian pagi itu karena hampir sama dengan yang terjadi di pagi
hari sebelumnya. Tapi pada malam harinya, seperti biasa, aku sendirian nonton
TV. Anita datang, sambil tiduran dia nonton TV. Tapi aku yakin tujuannya bukan
untuk nonton, dia sepertia ketagihan dengan perlakuanku padanya. Dia langsung
menuntun tanganku ke selangkangannya. Aku bisa menyentuh kewanitaannya, tapi
ada yang lain. Kini dia tidak memakai pembalut lagi.
“Eh, kamu udah selesai mens-nya..?”, tanyaku.
“Iya, tadi sore khan aku udah kramas, masa nggak tau..?”,
katanya. Aku memang tidak tahu. Karena memang aku kurang peduli dengan hal-hal
seperti itu. Aku jadi membayangkan yang jorok, wah batang kejantananku bisa
masuk nich. Kuraba-raba CD-nya. Tepat di lubang kemaluannya, aku agak
menusukkan jariku, dan dia tampak mendesis perlahan. Tangannya kini sudah
membuka restleting celana pendekku, selanjutnya membukanya, dan CD-ku juga
dilepaskankan ke bawah sebatas lutut. Digenggamnya batang kejantananku tanpa
sungkan lagi (karena sudah sering kali ya..?). Aku juga membuka CD-nya, tapi
karena dia masih memakai rok mini lagi, jadi tidak ketahuan kalau dia sekarang
bugil di bagian bawahnya. Dia kini dalam keadaan mengangkang dengan kaki agak
ditekuk. Kuraba bibir kemaluannya dan dengan agak keras, kumasukkan seluruh
jari telunjukku ke lubang senggamanya. “Uhhh.. Essshhh.. Eessshhh.. Essshhh..”,
begitu desisnya waktu kukeluar-masukkan jariku ke lubang senggamanya.
Sementara dia kini juga berusaha mengocok batang
keperkasaanku, tapi terasa masih sakit. Kukorek-korek lubang kemaluannya. Lalu
timbul keinginanku untuk melihat kemaluannya dari dekat. Maklumlah, aku khan
belum melihat langsung bentuk kemaluan wanita dari dekat. Paling-paling dari
film xxx yang pernah kutonton. Kuubah posisiku, kakiku kini kuletakkan di
samping kepala Anita, sedangkan kepalaku berada di depan kemaluannya, sehingga
aku dengan leluasa dapat melihat liang kewanitaannya. Dengan kedua tanganku,
aku berusaha membuka bibir kemaluannya. Tapi, “Auw.. Diapaain Mas..? Eshhh..
Uuhhh.”, desisannya tambah mengeras.
“Sorry.., sakit ya..? Aku mo lihat bentuk anumu nih, wah
bagus juga yach..!”, sambil terus kukocokkan jariku.
Kulihat daging di lubangnya itu berwarna merah muda dan
terlihat bergerak-gerak.
“Wah, jariku aja susah kalo masuk kesini, apalagi anuku yang
kamu genggam itu ya..?”, pancingku.
Dia diam saja tidak merespon, mungkin lagi menikmati kocokan
jariku karena kulihat dia memaju-mundurkan pantatnya.
“Eh, sebenarnya yang enak ini mananya sich..?”, tanyaku.
Tangan kirinya menunjuk sepotong daging kecil di atas lubang
kemaluannya. “Ini nich.., kalo Mas kocokkan jarinya pas menyentuh ini rasanya kok
gatel-gatel tapi enak gitu.”
“Mana.., mana.., oh ini ya..?”, kugosok daging itu (yang
kemudian kuketahui bernama klitoris) dan dia makin kuat menggenggam batang
kemaluanku.
“Ahhh. Auu.. Enakkkk Maaasss… Eeehhh… Aaahhh.. Truusss
Masss, terusiinn.. Ohhh..!”
Tangannya setengah tenaga ingin menahan tanganku, tapi
setengahnya lagi ingin membiarkan aku terus menggosok benda itu.
Dan akhirnya, “Uhh.. Uhhh.. Uuhhh.. Ahhh.. Aahhh.”, dia
mencapai klimaks. Aku terus menggosoknya, dan tubuhnya terus menggelinjang
seperti cacing kepanasan.
Lalu kubertanya, “Eh, gimana kalo anuku coba masuk ke sini…?
Boleh nggak..? Pasti lebih enakan..!”
Dia hanya mengangguk pelan dan aku segera merubah posisiku
menjadi tidur miring sejajar dengan dia. Kugerakkan batang kejantananku menuju
ke lubang kemaluannya. Kucoba memasukkan, tapi rasanya tidak bisa masuk.
Kurubah posisiku sehingga dia kini berada di bawahku. Kucoba masukkan lagi
batangku ke lubangnya. Terasa kepala anuku saja yang masuk, dia sudah
mendesis-desis. Kudorong lebih dalam lagi, tangannya berusaha menghentikan
gerakanku dengan memegang batangku. Namun rasanya nafsu lebih mendominasi
daripada nalarku, sehingga aku tidak mempedulikan erangannya lagi.
Kutekan lagi dan, “Auuuwww.. Ehhssaaakkkiittt..!”
Aku berhasil memasukkan batang anuku walau tidak seluruhnya.
Aku diam sejenak dan bernapas. Terasa anunya memeras batangku dengan keras.
“Gimana, sakit ya.., mo diterusin nggak..?”, tanyaku padanya
sambil tanganku memegang pantatnya.
Dia tidak menjawab, hanya terdengar desah nafasnya.
Kugerakkan lagi untuk masuk lebih dalam. Mulutnya membuka lebar seperti orang
menjerit, tapi tanpa suara. Karena dia tetap diam, maka kulanjuntukan dengan
mengeluarkan batangku. Dan lagi-lagi dia seperti menjerit tapi tanpa suara.
Saat kukeluarkan, kulihat ada noda darah di batangku. Aku jadi kaget, “Wah aku
memperawaninya nih.”
“Gimana.., sakit nggak.., kalo nggak lanjut ya..?”, tanyaku.
“Uhhh.. Tadi sakiiittt sich… Uhhh. Geeelii.” Begitu katanya
waktu anuku kugesek-gesekkan.
Setelah itu kumajukan lagi batang kejantananku, Anita tampak
menutup matanya sambil berusaha menikmatinya. Baru kali ini batangku masuk ke
liangnya wanita, wah rasanya sungguh nikmat. Aku belum mengerti, kenapa kok di
film-film yang kulihat, batang kejantanan si pria begitu mudahnya keluar masuk
ke liang senggama wanita, tapi aku disini kok sulit sekali untuk menggerakkan
batang kejantananku di liang keperawanannya. Namun setelah beberapa menit hal
itu berlangsung, sepertinya anuku sudah lancar keluar masuk di anunya, maka
agak kupercepat gerakan maju-mundurku di liangnya. Kurubah posisiku hingga kini
dia berada di bawahku. Sambil masih kugerakkan batangku, tanganku berusaha
mencapai buah dadanya. Kuremas-remas buah dadanya yang masih kecil itu
bergantian, lalu kukecup puting buah dadanya dengan muluntuku. Dia semakin
bergelinjang sambil mendesis agak keras.
Akhirnya setelah berjalan kurang lebih 10 menitan, kaki
Anita berada di pantatku dan menekan dengan keras pantatku. Kurasa dia sudah
orangasme, karena cengkeraman bibir kemaluannya terhadap anuku bertambah kuat
juga. Dan karena aku tidak tahan dengan cengkeraman bibir kemaluannya,
akhirnya, “Crot.. Crot.. Crot..”, air maniku tumpah di vaginanya. Serasa aku
puas dan juga letih. Kami berdua bersimbah keringat. Lalu segera kutuntun dia
menuju kamar mandi dan kusuruh dia untuk membersihkan liang kewanitaannya,
sedangkan aku mencuci senjataku.
Setelah itu kami kembali ke tempat semula. Kulihat tidak ada
noda darah di karpet tempat kami melakukan kejadian itu. Dan untung adik-adikku
tidak bangun, sebab menuruntuku desisan dan suara dia agak keras. Lalu
kumatikan TV-nya, dan kami berdua tidur di kamar masing-masing.
Sebelum tidur aku sempat berfikir, “Wah, aku telah
memperawani sepupuku sendiri nich..!” Sewaktu aku sudah kuliah lagi (dua hari
setelah kejadian itu), dia masih suka menelponku dan bercerita bahwa kejadian
malam itu sangat diingatnya dan dia ingin mengulanginya lagi. Aku jadi
berpikir, wah gawat kalo gini. Aku jadi ingat bahwa waktu itu aku keluarkan
maniku di dalam liang keperawanannya.
“Wah, bisa hamil nich anak..!”, pikirku.
Hari-hariku jadi tidak tenang, karena kalau ketahuan dia
hamil dan yang menghamili itu aku, bisa mampus aku. Setelah sebulan lewat,
kutelpon dia di rumahnya. Setelah kutanya, ternyata dia dapat mens-nya lagi dua
hari yang lalu. Lega aku dan sekarang hari-hariku jadi balik ke semula.
Begitulah ceritaku saat menggauli sepupu sendiri, tapi dasar memang sepupuku
yang agak “horny”. Tapi sampai saat ini kami tidak pernah melakukan perbuatan
itu lagi.
TAMAT
Sumber : Berbagai
Sumber

Tidak ada komentar:
Posting Komentar