|
|
Percintaanku
dengan Sulasmi, pelajar kelas 3 SMP sudah berjalan hampir setahun. Itulah
yang tidak habis terpikir dalam benakku sampai sekarang. Duh, untung saja
tidak sampai hamil dan seandainya hamil pupus sudah cita-citaku dan mungkin
tidak seperti sekarang ini.
|
Ekonomiku relatif baik, Seorang isteri yang
bekerja sebagai perawat, satu anak dan aku sendiri seorang karyawan swasta
dikotaku, Semarang.
Aku memiliki seorang baby siter umurnya 19 tahun, dan dia ternyata naksir berat
sama aku. Bila istriku dinas malam pasti dialah yang akan menemaniku di
ranjang, kami bertempur habis-habisan 3 sampai 4 kali. Sempat kasusku ini masuk
koran lokal, dimana anakku dilarikan baby siterku karena minta di kawin olehku,
ampun deh. Nanti bagian ini akan aku ceritakan tersendiri.
Aku sangat akrab dengan teman-teman kosku, dapat ditebak aku lebih dekat
dengan mbak Srini seorang guru SD, usianya terbilang jauh denganku yang saat
itu berusia 16 tahun dan dia 26 tahun. Mbak Srini berasal dari kota Klaten, berambut
sedikit keriting sebatas bahu dengan tinggi sekitar 160-an, postur tubuhnya
biasa dan warna kulitnya menandakan orang Jawa asli berwarna sawo matang,
coklat kekuningan. Berbeda dengan Lasmi coklat kehitaman. Apalagi vaginanya,
setelah aku gosok-gosok dengan tanganku dan penisku mungkin membantu
mempercepat hormon kewanitaannya, rambut vaginanya semakin lebat …… ha…..
ha………….
Suatu malam, aku ingat waktu itu aku habis menyetubuhi Lasmi aku tidak
bisa tidur padahal hujan turun dengan derasnya. Mustahil malam-malam begini
apalagi hujan deras aku ketok jendela Lasmi, bisa-bisa berabe. Lalu aku keluar
kamar, hanya bercelana dalam, berkaos oblong dibalut kain sarung iseng aku
berjalan di samping rumah. Jam menunjukkan pukul 10.30wib, saat aku berada di
samping jendela kamar mbak Srini, lampu kamarnya masih menyala.
Ada celah di jendela kamarnya, kamar kami semua
dari kayu hanya kamar depan yang menghadap ke jalan dari nako. Iseng aku
mengintip, ah…. tertutup kain korden. Mataku jelalatan dalam keremangan lampu
samping yang hanya 5 watt, mataku menemukan sapu lidi. Aku ambil sebatang dan
pelan aku masukkan dan aku sibak dengan sangat pelan sekali, moga-moga ada
sesuatu yang menarik terjadi dalam kamar.
Saat aku berhasil menyibak kain korden tampak mbak Srini dengan tidur
terlentang dengan rok tersibak keatas tanpa celana dalam sambil membaca sebuah
novel sambil memasukkan sebuah benda kedalam liang vaginanya. Astaga, aku tahu
benda itu sebuah pisang ambon yang di balut dengan sebuah kondom. Ukuran pisang
Ambon itu lumayan besar, lebih besar
pisangnya. Belahan kakinya tepat berada dijendela dimana aku mengintip, dan
wajahnya tertutup novel yang dibacanya.
Kakinya sesekali
menggapai tepian ranjang yang terbuat dari besi. Hampir setengahnya pisang itu
melesat masuk kedalam vaginanya. Tampak dada-nya membusung dan dari balik kaos
yang dikenakannya, payudaranya naik-turun tidak teratur. Mbak Srini terobsesi
oleh bacaan novel yang dibacanya. Berkali-kali pantatnya naik turun dan dengan
cepat tangannya memaju-mundurkan pisang berlapis kondom ditangannya.
Pasti pisang itu akan segera matang, tidak perlu pemanasan lewat
pengarbitan dan ditanggung manis alami he…he… demikian candaku pada diriku
sendiri. Asyik juga, selama 20 menit hal itu berlangsung. Sprei bagian
pantatnya sudah awut-awutan dan basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya.
Aduh… mana tahan dong, Mr ‘P’ sudah berdiri apalagi hanya bercelana dalam, so
bebas berkeliaran.
Malam sudah mendekati larut, aku toleh kanan dan kiri sepi, aku dengan
bersandar di tembok rumah Lasmi, celana dalam dan sarungku aku lepas. Penisku
yang sudah ereksi habis aku pencet pangkalnya dengan tangan kiriku dan tangan
kananku mengocok batang dan kepalanya.
“Hhhhh…….” Aku tidak tahu mbak Srini saat itu sudah mencapai orgasme dan
meletakkan bacaannya di sampingnya sambil mengatur napasnya yang memburu
melihat kain kordennya bergoyang karena tanpa sadar akibat dorongan birahiku
aku lepaskan begitu saja lidi yang aku pegang. Bersamaan mbak Srini membuka
jendela kamarnya dengan pelan dan nyaris tanpa suara aku memejamkan mataku
membayangkan penglihatanku tadi sambil mengocok penisku tepat berada didepan
jendela kamar mbak Srini yang terbuka berlahan. Mbak Srini menahan napas
manakala dilihatnya aku sedang mengocok penisku menghadap kearahnya dengan
penis yang ereksi habis, begaian kepalanya bulat berkilatan di terpa cahaya
lampu kamarnya dan mengeluarkan cairan bening tanda birahi.
“Sssstttt….” Aku mendesis dan
tidak sadar mbak Srini sudah menikmati pemandangan nikmat dan dengan kedua mata
terbelalak tertuju kepada kepala penisku. Apalagi petang tadi sudah diasah di
vagina Lasmi so… pasti tampak memerah berkilatan. Bak sebuah kepala gada aku
mencondongkan pantatku kedepan dengan wajah menengadah keatas dan mata
terpejam. Karena dorongan birahi di tambah petang tadi aku sudah orgasme dua
kali sehingga mengalami sedikit kesulitan mencapai orgasme.
Aku pelan terdorong kedepan dan saat aku mendekati puncak orgasme aku
sudah mendekat ke jendela dan itu tidak aku sadari…., suerr …..… “Ahh……!” Aku terkejut bukan kepalang, saat
terasa kepala penisku seperti ada yang melahap, sialnya saat tepat sekali
airmaniku mau muncrat, mataku terbelalak. Ya ampun…. Mbak Srini sudah melahap
penisku dan dengan cepat dia menjulurkan lebih keluar kepalanya dan dengan
kedua tangannya menarik pantatku, menyedot dengan kuat penisku yang melesat
masuk sampi batas kerongkongannya. Air maniku bercampur dengan air ludahnya dan
akibatnya aku terdorong semakin maju dan refleks kedua tanganku bertopang pada
daun jendela kamarnya….“Hoeekk……. “Ah……..
Habis semua airmaniku, keterkejutanku, kenikmatanku. Aku terdiam manakala
aku mulai tenang, mbak Srini sedikit manarik keluar penisku sehingga hanya
bagian kepalanya yang masih berada dalam mulutnya. Lalu penisku terkulai lemas
dan mbak Srini bangkit menghadapku. “Hayoo, tadi ngintip aku ya….?” Katanya
pelan, sementara hujan masih deras mengguyur dan gelegar. Guntur bersahut-sahutan membuat siapapun pada
malam itu nyaris malas keluar rumah, kecuali aku, mungkin he….. he……. Aku hanya
meringis mengangguk, tampak airmaniku masih meleleh di bibirnya dan sebagian
aku muncratkan di kaos yang dipakainya, tampak putingnya menyembul dari kaos
tanpa lengan berwarna hijau kesukaannya. Otak laki-lakiku bekerja dengan cepat
memberikan informasi kepadaku bahwa perempuan itu memerlukan pemuasan birahi
walau tadi dia sudah melakukannya sendiri. Cepat aku raih tengkuknya dan aku
lumat bibirnya, “Mmpphhh.. hhh..
hh” “Heekkkh... hhh..” Mbak Srini tak
kuasa menolah dengan tinggi hanya 155cm membuatnya terdongak dari balik jendela
“Mmmppphhh….. Hhhmmmppp……”
Kali ini mbak Srini yang berpegangan pada tepian jendela dengan kedua
tangannya, asyik buah dadanya yang tidak mengenakan beha tampak bergetar-getar
dangan putingnya menyembul mengundang belaian. “Hhhh… “Hhmm…” Tentunya dengan
mudah kedua tanganku menggerayanginya dan menyusupkan kebalik kaosnya. Mbak
Srini terpejam. Kali ini payudara yang aku pegang berbeda dengan milik Lasmi,
payudara seorang perempuan dewasa sedangkan Lasmi yang beberapa kali sudah aku
setubuhi seorang perempuan remaja yang baru mulai tumbuh dan tumbuhnya hasil
karbitan karena belum saatnya sudah merasakan tubuh seorang laki-laki
menidurinya.
Payudara mbak Srini memiliki putting panjang dan keras, payudaranya tidak
bundar seperti punya Lasmi tapi lonjong, tentunya dua kali lebih besar dari
punya Lasmi. Ah…, ternyata payudara perempuan berlainan, aku kira sama. Seperti
penis, setiap laki-laki berbeda. Sedangkan aku termasuk yang normal untuk
ukuran Asia dengan tinggi badan 170 berat 60, anda bisa membayangkan berapa
ukuran penisku semestinya, tidak usah aku sebutkan kebanyakan orang menulis
dengan menyebut ukuran yang sangat luar biasa.“Masuk yuk…,” bisiknya lirih dan
aku langsung meloncat masuk dan mbak
Srini menutup jendela kamarnya. Sementara hujan masih deras mengguyur. Aku
melepas sarung, celana dalam dan kaos yang aku pakai. Diterangi oleh cahaya
lampu 5 watt tampak dari kaca almari tubuhku yang bugil dengan penis yang
‘ereksi’ habis. Mbak Srini tersenyum sambil membuka kaosnya, ah… sepasang payudaranya
menggantung dengan putingnya yang coklat kehitaman menjulang keatas. Menarik
turun roknya sehingga dia sudah berbugil ria, bagian selangkangannya ditumbuhi
rambut yang hitam pekat. Berjalan pelan menghampiriku, berdiri disamping dimana
aku duduk ditepian ranjang.
Mbak Srini terlihat tersenyum didalam cermin, memandang kearahku. Aku
tidak melihat soal cantik atau tidak, kenyataannya dia memang tidak cantik tapi
dalam keadaan bugil, wow…. itu urusan lain. Lalu dia ikut duduk di-sampingku,
masih tetap tersenyum memandang ke cermin, kearahku dan meraih batang penisku.
“Tuh, panjang….,” katanya seraya melirikku.
“Tadi kan…
sudah dicoba…..,” kataku sambil melingkarkan tangan kananku ke pundaknya.
“Ih.., kamu nakal..,” dia menyebut namaku. “Kenyotan mbak Srini hebat...
deh..,” kataku lagi, sambil tangan kiriku mulai bekerja untuk mengusap lembut
payu-daranya. Tampak di cermin dia tersenyum memandangku. “Pasti.., pasti... aku akan kenyot lagi punya
kamu,” katanya menyahuti sambil menyebut namaku, “sampai kamu puas...” “Kalau
sekarang punya kamu gantian aku nyot, mau….?”
“Mau… mau… sekali, sayang…”
Lalu mbak Srini naik keatas ranjang dan bersandar menggunakan bantal
ketepian ranjang, melipat kedua kakinya, dan membukanya lebar-lebar. Ter-senyum
manakala aku beranjak kearah selangkangannya. Vaginanya membuka lebar, hitam
kemerahan dan dengan kedua tangannya dia menyibakkan rambut vaginanya yang
demikian lebat. Basah saat aku dekatkan wajahku, aroma khas vaginanya menyergap
hidungku, beda dengan milik Lasmi. Sebagai perempuan dewasa mbak Srini tentunya
lebih berpengalaman merawat kelaminnya. Beda dengan punya Lasmi, vagina Lasmi
masih halus ditumbuhi sedikit rambut baru sedangkan milik mbak Srini di
tepiannya sudah lebat ditumbuhi rambut membuat malam itu aku ingin
menikmatinya. Aku mulai mencium belahan bagian atasnya, menjilati berlahan
klitolisnya, setelah beberapa kali aku melakukannya pada Lasmi membuat lidahku
sudah terampil. “Sssttt…tt…t…” “Hhhh…hh…h…”
Mbak Srini mendesah, memandang keselangkangannya dan mengusap rambutku
dengan kedua tangannya, seolah-olah kami sudah lama menjadi sepasang kekasih
dia memperlakukan aku dengan lembut. Dengan kedua kaki terpentang lebar,
sesekali mbak Srini menggoyang-goyangkan selangkangannya, mengarahkan sesuai
dengan bagian mana aku menjilati vaginanya dan beberapa kali dia mengarahkan
dengan menggeser rahangku dimana dia meminta bagian yang perlu dijilati. “Turun sedikit,” “Yah, aahhh…hh…h…” Mbak Srini bergetar dengan
kedua kaki mengejang saat aku menjepit klitolisnya dengan kedua bibirku,
menyedotnya dengan kuat dan menggesek menggunakan ujung lidahku. “Aakh… hh… h…” Kedua tangan mbak Srini meremas kain sprei
dan membusungkan dadanya keatas, menumpangkan kedua kakinya keatas pundakku
lalu mengatupk-kan sepasang pahanya mengakibatkan kepalaku terbenam dan
membuatku sulit bernapas hanya terdengar suara …
kecepok.…kecepok….Kecepok.… mulutku yg
mengenyot vaginanya. Tiba-tiba, “Masukkan sayang.., aku sudah enggak tahan…”
Mbak Srini meraih pundakku, memintaku naik untuk menidurinya. Dengan
tangan kirinya dia meraih penisku yang sedari tadi sudah ngaceng, mengarahkan
kevaginanya, kelobang vaginanya dan tangan kanannya menekan pantatku,
dan….. ‘Blesss……’ “Aahhh….…” Aku hanya mengikut seperti
kerbau di cucuk moncongnya, hangat, basah dan kenceng saat penisku sampai ke
dasarnya. Menekuk kedua kakinya dengan tumit ditarik keatas, mengimbangi
so-dokanku ke liang senggamanya, mengelus punggungku dan memandangku penuh
senyum. Wajahku tegang dengan bertopang pada kedua tanganku wajahku memerah
dengan semua ototnya menyembul keluar, napasku tersengal-sengal.
“Tidak usah tegang dong sayang.., santai saja…... Biar penis kamu saja
yang tetap tegang…. yah……” “Habis….
enak sekali sih…..,” aku tekan pantat-ku sambil memejamkan mata keenakan
tentunya. “Tuh khan……, enthotanmu kenceng……,” Mbak Srini menaikkan wajahnya dan
mengecup bibirku dengan bergantung pada punggungku, “Ngganjel tuh kepala
penisnya….., kenceng banget…….”
“Enak?” “Tentu dong…” katanya
manja. “Kalau begini bagai-mana….?” Aku
tekan pantatku dan aku goyang sambil menyodok.
“Auw……!” “Gimana……?” “Jangan berhenti……,”
Mbak Srini mencengkeram pantatku dan diapula meliuk-liuk mengimbangi
irama samba yang aku peragakan. Memasuki fase kenikmatan bira-hi, busyet
kenceng banget jepitannya sehingga membuatku sangat-sangat sulit bergerak.
Penisku terbelenggu didalam vaginanya, terjepit vagina yang berlendir,
hangat…. Keceplok… keceplok… keceplok…
sambil menggigit pundakku kuat-kuat, mbak Srini histeris dengan mencengkeram
pundakku, “Hhhmmpphhh…….” “Mmmppphhh….” Kelamin kami beradu kuat,
saling menggesek, saling me-ngentot. Derasnya hujan sepanjang malam itu
mengimbangi keliaran mbak Srini, ups…. sangat luar biasa…, dia binal bagaikan
seekor banteng. Tulangku serasa mau lepas semua, entah berapa kali dia
melakukan gigitan buas di dadaku dan cengkraman-cengkraman. Plok…plok…keceplok…
lalu mbak Srini terlonjak dengan kepala menegadah keatas. “Aaahhh..…!”
Diiringi aku yang dengan sekuat tenaga menggoyang pantatku dalam
de-kapannya, napasku serasa habis dan jantungku serasa mau meloncat tapi
airmaniku minta dikeluarkan alias aku sudah sangat birahi banget. “Heekkk…...”
Seluruh otot wajahku menyembul keluar dan aku peluk erat lehernya, aku benamkan
wa-jahku di lehernya balas aku gigit leher belakangnya dan dadaku sesak
menindih payudaranya. Bersamaan dengan gelegar guntur dilangit aku melepas airmaniku. “Aahhh.... hh… h…!” Crrooot… crrooottt… crroott… ttt… aku
semburkan kuat-kuat airmaniku, membasahi semua liang vaginanya dan sebagian
meleleh keluar. “Ahhhh.....!”
Kami berdua berguling terlentang, menatap langit-langit dan sesekali guntur menggelegar dan
curah hujan sudah tidak sederas tadi. Terimakasih kepada penisku, dimana hari
ini dia melakukan kerjasama yang sangat baik padaku, bekerja keras memuaskan
nafsu birahiku. Pagi tadi sudah mengentot Lasmi sebelum berangkat sekolah,
petangnya saat orangtua dan adiknya pergi kondangan dia memberiku isyarat agar
aku masuk kedalam kamarnya dan aku entot Lasmi dua kali. Eh, malamnya bagaikan
dapat durian runtuh dua kali airmaniku muncrat oleh mbak Srini.
“Puas….,” bisiknya ditelingaku. “Sangat.., sangat sekali nih penisku
sampe teler” Diraihnya penisku yang lemas tak bertenaga, berkilatan diterpa
cahaya lampu yang berlumuran airmani bercampur lendir birahinya. “Hik…hik… hik…
perkasa banget kamu sayang” “Sekarang
mbak Srini tidak usah pake pisang di kondomi loh…” aku meraih payudaranya yang
menggantung disamping-ku. “Tapi kamu
harus tetap sayang aku dong..,” dia tersenyum dan mendekatkan bibirnya ke
bibirku. “He-eh….” “Kamu boleh kok
melakukannya sepuasnya, kapanpun kamu mau. Tapi jangan sampai ketahuan
temen-temen khan entar enggak enak.”
“Hmm kenapa?” “Malu” “Asyik khan ditonton seperti lihat film
porno.” “Ih, kamu nakal ah”
Dia merapatkan tubuhnya sehingga putting payudaranya menempel di dekat
bibirku dan aku tolehkan wajahku meraup putingnya. “Mau lagi sayang….? Masih
kuat, tuh penis sudah tidak bergerak-gerak,” Mbak Srini mengusap penisku dengan
lembut. Coba dari pagi sang penis tidak berkerja keras akan aku sambut
tantangannya. Tapi apa mau di kata, maksud hati memeluk gunung apa daya penis
sudah KO. Aku hendak kembali kekamar tapi mbak Srini mencegahku, memelukku dan
akupun tertidur dalam dekapannya dengan telanjang bulat. Menjelang subuh aku
mengendap-endap kembali kekamarku dengan sebelumnya sudah memberikan jatah pagi
pada mbak Srini yang selalu minta di entot lagi sebelum aku pergi, serangan
fajar kata orang-orang pejuang dahulu.
Sekarang aku punya jadual kegiatan sangat padat, Sulasmi tentu tidak mau
lepas dari entotanku karena dia pacarku walau kami jarang sekali jalan bareng.
Aku emoh, sebab dia bukan typeku. Entot yes, jalan no. Berbagai alasan aku
utarakan dan dia… he…he… dasar bego, mau menerima saja. Sedang mbak Srini, ini
juga jauh dari seleraku. Tapi soal asah pedang alias entot sih sah-sah saja.
Selama ini kami tidak pernah bilang cinta, paling-paling aku sayang kamu.
Berbeda dengan Lasmi, keseharian mbak Srini sekarang sangat jauh berbeda dengan
hari-hari sebelumnya. Mbak Srini selalu berusaha tampil fresh dan cantik di
hadapanku, kalau dahulu pulang mengajar langsung mengenakan daster dan santai
sekarang beda. Pulang langsung mandi, rambut keteknya di cukur habis, memakai
parfum wangi, tampil rapi dengan hiasan bedak tipis dan berusaha memancing
gairahku dengan hanya mengenakan kaos tanpa lengan. Beha yang dipakainya selalu
kontras dengan kaos buntungnya. Mas Prayit sering men-ggodanya, dia akan
berbinar-binar bilamana ada aku disitu.
Jam menunjukkan pukul 4.15 saat aku melompat dari kamar mbak Srini, biasa
sebelum aku tinggal mbak Srini minta di entot sebagai hukum wajib. Padahal
semalam sudah tiga kali aku ‘ngecrot’ sedangkan dia sampai lima kali. Dengan gontai aku mengendap-endap
masuk kedalam kamar dan aku lihat tubuhku telanjang didepan kaca penuh dengan
gigitan birahinya. Penisku serasa ngilu saat aku rebahkan badanku keranjang dan
lelap sebentar. Aku biarkan tubuhku terlentang telanjang bulat. Jam 6.15 aku
terbangun, mempersiapkan buku pelajaran lalu aku mandi. Segar sekali, badanku
yang pegal-pegal telah bugar kembali. Rasa ngilu di penisku sudah tidak aku
rasakan.
Mbak Srini sudah hendak berangkat ketika dia membuka pintu kamarku,
sementara aku tengah telanjang. Menoleh keluar sejenak lalu masuk. “Aku berangkat sayang…..” “Yah….,” aku tersenyum. Dia kemudian meraih
penisku, mengusapnya, kemudian memberikan kecupan di kepalanya. “Luar biasa,
aku selalu kangen dengan ini. Membuatku ketagihan,” kecupannya berubah menjadi
kenyotan, coba seandainya mbak Srini tidak segera berangkat pasti penisku
dibuat ereksi lagi dan akan aku entot apalagi badanku sudah bugar. Mbak Srini
mengecup bibirku sambil mengurut penisku yang mulai bereaksi, “Ih…, nakal sudah
mau bangun lagi…, entar sayang yah..…” Lalu dia beranjak pergi dimana
sebelumnya meminta aku menyentuh payudaranya yang kenyal tersembul dari balik
seragam gurunya.
Aku melangkah keluar saat ditempat biasa Lasmi sudah menungguku,
dikerimbunan tanaman Mahkotadewa dia tampak rapi dibalut seragam putih birunya.
Pekan ini usai ujian semester ganjil, sekolahku mengadakan class meeting dan
sekolah Lasmi mengadakan pentas seni. “Hari ini ada pelajaran.?” “Ya, tidak ada dong…..” Lasmi hanya diam
tidak bergerak saat aku merapatkan tubuhku duduk disampingnya. “Iya.., ya… ada pentas seni dan class meeting
yah….?” “He-eh,” dia mengiyakan sambil
tangannya balas menggenggam tangan kananku. Diam dan memutar sedikit wajahnya
kekiri saat aku mendekatkan bibirku dan mengecupnya. Meraih pundaknya dengan
tangan kiriku, menarik lembut sehingga badannya sedikit memutar kearahku. “Hhhmmppp….” Desah napas hangat napas kami
saling beradu sesaat Lasmi membuka mulutnya. Aku menjulurkan lidahku, memilin
lidahnya dan gemertak gigi kami beradu saat aku tekan tengkuknya merapat
kearahku. Lasmi terdiam pasrah. “Dirumah
saja yuk,” dia meraih tanganku menarik masuk kedalam rumahnya. “Pintunya di kunci,” pinta Lasmi. Aku menutup pintu serta
menguncinya dan Lasmi sudah beranjak masuk kedalam kamarnya.
Aku mengikutinya dan tampak Lasmi sudah terlentang diatas ranjang, buah
dadanya yang mungil menyembul di balik seragamnya, memandang ke-arahku dangan
mesra dan sorot matanya telah membara. Aku membuka baju seragamku, aku
lemparkan keatas meja belajarnya. Lalu celana panjang abu-abuku aku buka
sekalian dan aku sisakan celana dalam saja. Penisku menonjol dan mulai
‘ereksi’, pagi ini dia akan bekerja lagi padahal dari semelam sudah bekerja lima kali. Aku menghampiri
Lasmi yang telah berani memandang kearah penisku yang menyembul tersembunyi di
balik celana dalamku, sambil membuka satu persatu kancing baju seragamnya aku
mengecupnya dengan lembut. Lasmi kembali membuka mulutnya. Aku dapatkan
payudaranya dengan beha membusung, setengahnya milik mbak Srini. Ah, biarlah
bukan hal mutlak. Dengan kait beha di bagian depan memudahkan aku membukanya,
aku sibak dan aku rasakan kemulusan dan kehangatan Lasmi. “Hhh…. !” Lasmi menggeliat pelan saat bibirku beralih kepayudaranya,
mengusap, memilin dengan bibirku.
Sementara tangan kananku mengusap-usap lembut dan bagian depan
selangkanganku yang memuat penisku menekan bagian bawah perutnya. “Lepas
sayang.., nanti kusut..,” dia beranjak dan melepas seragamnya. Aku membantunya
melepas dan ke-tika sudah semua terlepas dan Lasmi telanjang bulat dia meraih
celana dalamku. “Dilepas juga dong, curang ah...!” Lalu merebahkan dirinya, aku melepas celana
dalamku dan penisku sudah ereksi diraih oleh tangan Lasmi. Padahal tubuhku
banyak membekas merah bercampur biru, mana yang hasil perbuatan mbak Srini dan
mana hasil perbuatan Lasmi aku tidak tahu.
Aku pertama kali mengajari Lasmi membuat ‘cupang’-an saat aku paksa dia
mencoba melaku-kan oral seks. Ceritanya waktu belajar privat buat cupangan itu
hari minggu, orangtua dan adiknya ke luar kota,
aku samperi dia dirumah. Singkat cerita aku sudah telanjang bulat, diatas sofa
ruang belakang, aku minta dia mencoba meng-igit kulitku dengan pelan,
menyedotnya, memutar-mutar lidahnya. Awalnya sih perih bercampur geli. Satu-dua
kali dia mencoba dan lama-lama enak, kalau aku hitung waktu itu ada 15
cupangan. Sungguh, hampir setiap hari badanku penuh cupangan dari Lasmi maupun
mbak Srini tapi ada keuntungannya yakni mereka berdua tidak tahu bahwa itu
adalah hasil perbuatan dua orang, jadi aku nikmati saja.
Dan pelajaran kedua yakni mencoba mengenyot penisku, ini juga luar biasa.
Kaku, jengah saat dia pertama kali memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Lucu
katanya. Aneh, besar dan berkedut-kedut demikian dia mengistilahkannya.. Sambil
menyeringai, penisku digenggam dengan kedua tangannya sehingga bagian kepalanya
menyembul besar kemerahan seperti jamur. Bagian ujungnya mengeluarkan lendir
birahi, lalu Lasmi menempelkan ujung lidahnya kebagian yang berlendir dan
menjilatinya memutar. ‘Ouww’, geli bercampur nikmat, katanya. Kelak saat kami
ber-entot session inilah yang paling dinikmati oleh Lasmi sebelum kami
melakukan persetubuhan yang sebenarnya. Dia amat menyukai penisku
ber-‘kedut-kedut’ dalam genggamannya saat aku kegelian sampai penisku memerah.
Dia menikmati saat urat-urat tubuhku menyembul, mukaku memerah menahan nikmat,
urat penisku menyembul dengan kepala penis merah mengeras. Itulah saat kali
pertama dia belajar variasi sex dan untuk pelajaran ini Lasmi menunjukkan
kelasnya sebagai gadis yang cerdas, entah kalau Mas Phytagoras memberikan
teorinya, pastilah Lasmi otaknya bebel.
Aku merayap turun keselangkangannya, rambutnya sudah mulai banyak dan
tidak beraturan. Lembab dan basah, aroma sabun mandi masih segar terasa. Wangi
dan berbau khas, kali ini belum pesing soalnya baru selesai mandi dan tampaknya
memakai celana dalam baru. Lasmi menggeliat dan mulutnya lirih dengan tangan
tergenggam saat klitolisnya langsung aku kenyot. Aku sibak pelan kedua kakinya
dengan menekuk keatas. Lobang vaginanya sudak mengalir lendir dan tidak aku
sentuh untuk membiarkan semakin basah. Aku lirik keatas, dadanya naik turun,
kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri. Tangannya tetap tergeng-gam dan
kedua kakinya bergetar-getar dan sesekali menjepit kepalaku seandainya tidak
aku tahan dengan kedua tanganku. “Sini dong…” pintanya lirih dengan mata sayu.
Lasmi beranjak bangun dan menarik pantatku kearahnya, aku arahkan penisku dan
menyambutnya langsung tanpa variasi mengenyot seperti anak kecil mengenyot es
lilin, tapi lumayan sudah belajar privat soal sex, ini dia kelasnya sebagai
anak gadis yang cerdas.
Kami berposisi 69, kontan aku melenguh kegelian, digenggamnya penisku
dengan tangannya, mengenyot kepala penisku. Rentang waktu hampir setahun
membuat perasaan sungkan dan malu lambat laun mulai mengikis. Sementara mbak
Srini mulai masuk pula dalam pelukanku. Inilah namanya nasib baik berpihak
kepadaku. Kenikmatan Lasmi saat lidahku bermain-main di klitolisnya tampak bila
dia mengenyot kuat-kuat penisku. Sudah menjadi kebiasaannya membuka kedua belah
kakinya lebar-lebar dan tidak menjepitnya ketika pertama kali aku menjilat
klitolisnya. ‘Nyoot…, nyroot…, mpppp….
ah…..’ Suara serotan dari kenyotan Lasmi dengan kedua kakiku terpentang lebar
dan aku semakin ikut mengenyot lobang vaginanya.
Lasmi mengusap-usap rambut selangkanganku, merayap turun ke pelirnya.
Berbeda dengan mbak Srini yang wow….., mahir dan penuh perasaan. Membuat
penisku berkedut-kedut menahan hentakan birahi, sedangkan Lasmi walau masih
terasa kaku toh aku menyukainya, jam terbangnya belum banyak perlu praktek
terus menerus, toh dia anak yang cerdas. Yang terutama, aku memperoleh
keperawanan Lasmi sedangkan dari mbak Srini aku merupakan laki-laki yang ketiga
setelah laki-laki yang pertama anak bapak kosku menodainya, laki-laki kedua
juga melakukan hal yang sama dan aku yang ketiga sedang dalam pelukannya,
lumayan gratisan dengan bermodal rayuan gombal.
Duh, jahat banget yah aku…Vagina Lasmi sudah membanjir, tampak kelaminnya
berkilatan. Membengkak tanda semakin birahi.
“Aahhh….” “Srrrppp … hhh…” Lalu aku berbalik, Lasmi tersenyum dengan tangannya
mengusap bibirku yang bercelemotan air liur bercampur lendir vaginanya.
Bleeesss… penis-ku langsung masuk ke vaginanya tanpa perlu bimbingan tanganku.
Seluruh selang-kangannya sudah berlumuran lendir apalagi penisku sudah basah
akibat klomotan mulut Lasmi.
“Hhhhh…” Lasmi berani memandang
dan membelai rambutku saat pantatku aku tekan dan dadaku mulai merapat menindih
payudaranya.
Aku lihat pancaran cinta dan birahi di mata Lasmi. Bersemu merah rona
wajahnya saat mata kami saling beradu pandang. Mengangkat kedua tumitnya
keatas, lalu kakinya menumpang di atas pinggulku. “Aku suka…., aku mau
saying..…” ujarnya lirih tanpa sungkan dan malu, sambil memejamkan matanya dia
mendongak, memper-lihatkan lehernya untuk mempersilahkan aku mencumbunya. Aku
langsung menerkamnya, kedua tangannya terentang keatas, di bagian bawah
ketiaknya mulutku bermain-main sambil pelan aku mulai menaik-turunkan pantatku
sementara kedua tanganku menopang dadaku yang sesekali bersentuhan dengan
kekenyalan dari kelembutan payudaranya yang putingnya mulai tumbuh dan
mengeras.
Kepala Lasmi menengadah dengan mata terpejam dan mulut menganga dan deru
napas yang menanda-kan dia pasrah untuk diapa-apakan. “Ah-ah-ah-hhh…” Aku
menggenjot pantatku dimana penisku sudah leluasa keluar-masuk dan bergesekan
dengan vaginanya yang sudah berlendir, basah luar biasa. “Hhh… hhh… hh…” “Hhhmmmppp…” Ciumanku bergerilya dibagian
ketiaknya yang tampak berbulu halus sekali dan naik berputar-putar di sekitar
payudaranya. Puas, kemudian merambat ke bagian belakang telinganya. Aku terus
mengusap-usap belakang lehernya dengan hidung dan mulutku, memberikan gigitan mesra
berupa cupangan. Membekas merah, toh nanti tertutup rambu sehingga tidak
kelihatan.
“Sssttthhh..…” Lasmi merintih lirih sekali, tubuhnya menggigil, bulu
kuduknya meremang, mulutnya semakin menganga dan deru napasnya sudah tidak
karu-karuan. Dia mau, sungguh dia sangat mau, rasa malu sudah sirna sama
sekali. Kini tidak ada batasan diantara kami. Buktinya, Lasmi membuka lebar
kakinya. Mengangkat keatas dan mengam-bang, tumitnya kini menempel pada kedua
pundakku. ‘Ceplik…… ceplik……..
ceplik……’ Demikian suara kelamin kami beradu.
Penisku yang berbandul besar mengosek-ngosek, membuat Lasmi semakin tidak
sadar seolah-olah terbang sangat tinggi dan tinggi sekali. Tiba-tiba, membuka
kedua matanya dan mencari-cari mulutku. Mencengkeram tengkukku dan menarik
kemulutnya lalu membekap mulutku dengan mulutnya. “Hhmmpphhh...!” Napasnya terasa sangat memburu menerpa
hidungku dengan aku melesatkan maju mundur penisku yang semakin terasa licin di
vaginanya. Clik.. clok.. clik.. clok.. clik…, Kreet-kreet-kreet … kolaborasi antara gesekan kelamin dan derit
ranjang, sungguh lucu suara yang ditimbulkan kalau disimak dengan seksama.
“Aaahhhh…!!”
“Hek-hek-hek-heeekkk…kkk…kk…hhh..hh…!”
‘Croot-croot-croot-croot…’
“Ahhh…hhh…hh…!” Aku ambruk keatas
tubuh Lasmi yang menyambutku dengan pelukan walau kami bersimpah keringat.
Mengapitkan kembali kedua kakinya keatas pinggulku, membiarkan penisku terus
menghujam didalam. Airmani meleleh keluar dari liang vaginanya, membasahi kain
sprei berwarna biru laut yang sudah acak-acakan. Kami saling berpagutan,
berciuman hangat, saling memilin lidah kami, aku meremas payudaranya dengan
tangan kananku. Jarum jam terus merangkak naik, tapi sepertinya kami tidak lagi
perduli. Toh, kami sudah menyelesaikan ujian semester kami, kesibukan belajar
mengurangi gairah kami. Dan sekarang, Lasmi ingin menumpahkan semua
kekangenannya yang terpendam. Melupakan harkat kewanitaannya, kehormatannya
sebagai wanita, semuanya terpupus habis.
Kami saling berciuman lama sekali, penisku masih keras tertancap di
vaginanya. Kami saling memandang, bertatapan dalam jarak yang sangat dekat
sekali. Masih ada bara api birahi didalam matanya, itu aku ketahui dengan dia
tidak melepaskan dekapannya. Tidak melepaskan mulutku yang memagutnya, justru
membalas memagut. Sementara dengan pelan aku naik-turunkan pantatku, penisku
berlahan-lahan keluar masuk secara berlahan. Lasmi menatapku tegang, semakin
kencang dia memelukku tapi tidak sekuat yang pertama. Desah panas napasnya
terasa betul diujung hidungku. Lalu mulutnya diam tapi desah napasnya mulai
memburu, semakin lama semakin cepat.
Goyanganku tetap konstan, berlahan, naik-turun. Liang vaginanya yang
sudah penuh dengan air mani menimbulkan suara yang makin keras,
ceplok-ce-plok-ceplok sudah tidak aku pedulikan toh, penisku masih menghujam
didalamnya walau terasa ngilu-nglu enak.
“Ahhh…!” Ternyata dia orgasme untuk yang kedua kalinya. “Jangan…” pintaku saat dia hendak
merenggangkan pelukannya. Dia tetap menatapku dan aku menatapnya penuh
ketegangan. Penisku menyiratkan akan mengeluarkan hentakan air mani yang kedua.
Lasmi sudah mulai paham sampai pada level ini, gadis cerdas. Aku susupkan
wajahku ke lehernya, memeluknya erat, menindih payudaranya yang kenyal dan aku
tekan dalam-dalam selangkanganku sehingga selangkangan kami merapat dan penisku
yang tidak sekencang ereksi tadi berdenyut pelan.
‘Serrr-serrr-serrr-serrr…’ “Hhh…!”
Jantungku serasa mau copot saat aku sampai kepuncak, semburan airmaniku
juga tidak sekuat tadi, aku tetap menggoyang naik-turun pelan supaya penisku
jangan sampai terlepas karena sudah lemah tapi masih mampu menancap. Lasmi
sedikit mengrenyitkan dahinya, vaginanya ternyata sudah merasa perih dan panas.
Peniskupun demikian, langsung terkulai dan ‘PLOP’ terlepas sendiri dari
vaginanya. “Capai…?,” Kataku saat aku
membantunya membersihkan ceceran airmaniku di selangkangannya.
“Sedikit,” katanya sambil membantuku juga membersihkan lelehan air mani
di batang penisku. Penisku tampak berkilat-kilat dan aku duduk terlentang
sementara Lasmi dengan lemah lembut membersihkan dengan saputangan miliknya.
Menggenggamnya saat sudah bersih dan memberikan kecupan dikepala penisku. Lalu
kami berbenah dan jam menunjukkan angka 9 pagi saat Lasmi beranjak pergi dengan
sepedanya, mengayuhnya dengan pelan dan lunglai tapi matanya terpancar sorot
kebahagiaan sedang aku kongko-kongko di emperan sebuah toko kacamata diujung
gang rumah kosku menunggu angkutan.
TAMAT
Sumber : Blogger

Tidak ada komentar:
Posting Komentar