|
Kali
ini saya akan menceritakan kisah hubunganku dengan Rina, gadis dari
Bukittinggi. Kami ketemu ketika aku nongkrong di salah satu Studio 21 di
Jakarta. Setelah lihat poster film yang akan diputar kurasa aku nggak
tertarik untuk nonton hari ini.
Di sebelahku ada seorang wanita muda yang juga sedang melihat-lihat poster film. Dari raut mukanya kelihatannya dia juga tidak tertarik. |
“Mau
nonton Mbak?” tanyaku. “Rencananya sih, tapi filmnya kurang bagus menurutku,
dan yang dua lagi saya udah nonton,” jawabnya. Kami berdua duduk di lobby dan
mendiskusikan film yang sedang diputar, When a Man Loves a Woman. Boleh juga
wawasan dan ulasannya. Karena film sudah diputar dan pintu studio akan ditutup,
kami berdua keluar dari studio.
“Kemana
sekarang Mbak?” tanyaku. “Jalan-jalan aja, lagi males di rumah,” jawabnya.
“Boleh dong ikutan. Mbak jangan takut, aku orang baik-baik kok” “Nggak pa-pa,
malah senang ditemenin dan ada pengawal. Mas ini anggota ya?” tanyanya. Memang
karena perawakanku yang tegap aku sering disangka sebagai tentara atau polisi.
Tapi aku selalu jujur kalau ditanya demikian. Anggota apa? Kalau anggota
masyarakat betul, tapi kalau militer bukan kok. Dulu pernah ikut tes tapi nggak
lulus”. “Habis badannya tegap begitu”. Akhirnya kami berputar-putar saja di
mall yang ada di dekat situ. Habis berputar-putar kami singgah di sebuah kafe
dan minum di sana.
Sambil
ngobrol kuamati wanita di depanku ini. Badannya OK, sintal dan montok, kulitnya
kuning langsat. Dalam setiap percakapan selalu kupanggil dia dengan sebutan
“Mbak”. “Eh, aku bukan orang Jawa, panggil saja namaku, Rina, atau kalau mau
panggil Uni Rina,” ia memprotes. Akhirnya kupanggil namanya saja. Panggilan Uni
rasanya kurang familiar di lidahku.
Aku
tidak berani memancingnya untuk melakukan hal-hal yang lebih jauh mengingat
cerita kota
asalnya yang penduduknya terkenal taat. Namun memang kalau lagi rejeki, ada
saja jalannya. Waktu dia buka tasnya, mengambil sesuatu tiba-tiba dompetnya
terjatuh ke lantai. Dia membungkuk mengambilnya. T-shirt yang dipakainya
sedikit membuka tanpa disadarinya. Aku yang memperhatikannya langsung saja
seperti terkena aliran listrik. Buah dadanya yang besar dan putih, terbungkus
bra dengan model cup yang hanya menutup puting, menggantung seolah minta
dipetik. Dia masih belum sadar kalau aku memperhatikan ke balik t-shirtnya
sampai dia tegak kembali. Aku masih termangu-mangu menikmati pemandangan yang
baru saja kulihat.
Rina
menggoyangkan tangannya di mukaku. “Eh, bangun.. Bangun. Ada kebakaran,” katanya mengejutkanku. Aku
tersentak dari lamunanku. Dia tertawa kecil. “Jangan melamun, nanti keterusan,”
katanya lagi. Dipegangnya tanganku. Aku semakin panas dingin. Digesernya tempat
duduknya ke sampingku. Tak sengaja sikuku menyentuh dadanya yang kenyal. Mukaku
agak merah, sementara dia diam saja. “Sorry Rin, nggak sengaja,” kataku meminta
maaf. “Aku tahu kok, kalau sampai sengaja namanya kurang ajar. Tapi kalau mau
boleh lagi kok. Lagian daripada ngelamun lebih baik cari pengalaman,” katanya
pelan sambil mukanya berpaling ke arah lain.
Haah!
Aku seakan tak percaya dengan ucapannya. Otakku mulai menganalisa peluang yang
bisa kutangkap. “Bener nih nggak mau. Kalau mau ayo kita cari tempat yang aman.
Jangankan kau senggol, lebih dari itupun ayuk saja,” ia mengerling ke arahku dan
lidahnya memainkan bibirnya. “Tarik Mangg!!” sorakku dalam hati.
Tanpa
buang waktu lagi kami naik taksi dan menuju sebuah hotel yang cukup bersih.
Kami berdua berbaring di atas ranjang. Rina berada di sebelahku, menatapku lalu
mendekatkan mukanya ke mukaku dan menciumku. Aku membalas perlahan. Kuremas
dadanya dari luar kausnya. Ia naik ke atas tubuhku. “Ouw.. Mulai nakal
tangannya ya!” bisiknya. Rina terus menciumiku sambil melepas t-shirtnya.
Kemudian tangannya menarik kaus yang kukenakan dan melepas lewat kepalaku. Ia
membelai dadaku dan mengusapkan bibirnya pada bulu dadaku. Bibirnya ke bawah
dan sudah sampai di leherku. Kuciumi telinganya dan ku hembuskan napasku dekat
telinganya. Ia menggelinjang geli sekaligus nikmat. Debaran di dada meningkat.
Ia terus menciumi dadaku. Kurasakan buah dadanya yang tadi sempat kuintip
menekan dadaku. Kenyal dan padat dibungkus bra hitam. Onde mandeh, indah
sekali.
Tangan
kanannya ke bawah, membuka ikat pinggangku, melepas kancing celana dan menarik
ritsluiting dan kemudian menariknya ke bawah. Aku mengangkat pantatku untuk
membantu memudahkan tangannya membuka celanaku. Kugerakkan kepalaku ke
punggungnya dan dengan gigiku kulepas kait branya. Kuciumi punggungnya yang
putih mulus. Tanpa dibuka, dengan pergerakan kami berdua akhirnya tidak lama
branya sudah terlepas sendiri dan merosot ke ranjang.
Buah
dadanya berukuran besar, mungkin 36, terlihat sangat putih, kencang dan padat
dengan bagian ujungnya berwarna kemerahan. Putingnya yang merah ke coklatan
tidak sabar menungguku untuk segera mengulumnya. Payudara kiri ku isap dan
kujilati, sementara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku. Ku lakukan
demikian berganti-ganti. Tangan kiriku mengusap-usap rambutnya dengan lembut.
Rina mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit.
“Upps..
Lagi Anto. Ououououhh.. Nghgghh, Anto ayo teruskan lagi.. Ouuhh.. Anto”
Payudaranya kukulum habis. Rina menggoyangkan kepalanya dan mencium leherku
sampai ke dekat tengkuk. Akupun sudah tidak tahan. Senjataku sudah siap untuk
masuk dalam pertempuran. Terasa keras dan kepalanya nongol melewati ban
pinggang celana dalamku. Tangannya menurunkan celana dalamku sampai ke paha dan
dilanjutkan dengan jari kaki ia melepas celana dalamku.
Mulutnya
terus bergerak ke bawah dan kini Rina mengisap-isap buah zakarku dan menjilati
batang meriamku. Kupalingkan mukaku ke samping dan kugigit ujung bantal.
Tiba-tiba secara refleks meriamku mengencang hingga condong mendekati permukaan
perutku ketika lidah Rina mulai menjilat kepalanya. Kukencangkan otot perutku
sehingga meriamku juga ikut bergerak dan berdenyut-denyut.
“Hmm..
Tidak terlalu besar, rata-rata saja ukurannya tapi keras dan berdenyut. Pasti
luar biasa nikmat,” komentar Rina sambil terus melakukan aktivitasnya. Kuangkat
kepalaku dan kulihat Rina sedang asyik menjilat, menghisap dan mengulum
meriamku. Kadang-kadang ia melihat ke arahku dan tersenyum. Rina melepaskan
kepalanya dari selangkanganku dan tangannya dengan cepat melepas celana
dalamnya sendiri. Bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan
kusapukan lidahku pada bibir dan masuk dalam rongga mulutnya. Lidah kami
kemudian saling memilin dan mengisap. Tanganku mengembara keselangkangan nya
dan kemudian jari tengahku masuk menerobos liang kenikmatannya sampai menemukan
tonjolan kecil di dinding atasnya. Rina meremas dan mengocok meriamku. Meriamku
semakin tegang dan keras. Kami saling memberikan stimulasi.
“Ouououhhkk.. Nikmat.. Puaskan aku,” ia memohon dengan
suara tertahan. Kemudian tangannya mengurut dan menggenggam erat meriamku.
Kurasakan pantat dan pinggul Rina bergoyang menggesek meriamku. Dan tanpa
kesulitan kemudian kepala meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa
lembab dan agak kendor. Kurasakan dinding guanya semakin berair membasahi
tonggak pusakaku. “Akhh Anto ayo kita sama-sama nikmati.. Oukkhh”. Kujilati
lehernya dan bahunya. Ia terus menggoyangkan pantatnya sehingga sedikit demi
sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang meriamku sudah terbenam dalam
gua-nya. Rina bergerak naik turun untuk mendapatkan sensasi kenikmatan.
Pantatnya bergerak maju mundur.
Gerakannya berubah dari perlahan menjadi cepat dan
se-makin cepat sampai akhirnya dia berhenti karena kelelahan. Ia mengubah
gerakan nya menjadi ke kanan ke kiri dan berputar-putar. Pantatnya naik agak
tinggi se hingga hanya kepala meriamku berada di bibir guanya dan bibir guanya
kemudian berkontraksi mengurut kepala meriamku. Tidak terlalu kuat kontraksi
otot vaginanya, hanya sedikit terasa meremas batang kemaluanku. Kemudian ia
meng-gesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku sampai beberapa kali dan
kemudian dengan cepat ia menurunkan pantatnya hingga seluruh batang meriamku
tenggelam seluruhnya. Ketika batang meriamku terbenam seluruhnya badannya
bergetar dan kepalanya bergoyang ke kanan dan kekiri. Napasnya terputus-putus.
Kuisap
putingnya yang sudah keras. Gerakannya semakin liar dan cepat. Tanganku memeluk
punggungnya dengan erat sehingga tuuh kami merapat total. Ia juga memeluk
diriku rapat-rapat. Kini gerakannya pelan namun sangat terasa. Pantatnya naik
ke atas sampai kemaluanku terlepas, dan ia menurunkan lagi de-ngan cepat dan
kusambut dengan gerakan pantatku ke atas. Kembali meriamku menembus guanya. Ia
merinding dan menggelepar. Tangannya meremas rambutku dan mencakar punggungku,
punggungnya melengkung menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dengan kata-kata
yang tidak jelas dan mengerang keras. “Anto.. Ouhh Anto, aku mau dapat, aku
tidak tahan mau kelu.. Ar,” desahnya.
“Sshh..
Shh” “Anto sekarang ouhh.. Sekarang” ia memekik.Tubuhnya mengeras, merapat di
atasku dan kakinya membelit betisku. Pantatnya ditekan ke bawah dengan keras
dan vaginanya menjadi sangat basah hingga terasa licin. Tubuh Rina mulai
melemas. Keringatnya menitik di sekujur pori-porinya. Kemaluanku yang masih
menegang tetap dibiarkan di dalam vaginanya.
“Terima
kasih jantanku. Kau sungguh hebat sekali. Aku puas dengan permainanmu. Berikan
aku istirahat sebentar, lalu..,” ia berbisik di telingaku. Kusambar bibirnya
dengan bibirku dan kugulingkan ke samping. Penisku yang memang belum
menyelesaikan tugasnya tentu saja masih tegang dan penasaran. “Sudahlah sayang,
biarkan aku istirahat dulu sebentar saja.. ” Aku tidak meng-hiraukannya, kini
kugenjot vaginanya sampai berdecak-decak menimbulkan suara yang justru sangat
merangsang. Ia hanya pasif dan diam saja saja menerima gem-puranku.
Vaginanya
terasa sangat licin dan ditambah lagi kondisi ototnya yang sudah kendor, maka
gerakanku tidak memberikan kenikmatan yang maksimal. Ku cabut penisku dan
kuambil handuk untuk mengelap vaginanya supaya agak kering. Aku naik lagi ke
atas tubuhnya. Kembali kuarahkan moncong meriamku ke sasaran. Kudorong pelan,
meleset sampai beberapa kali. Kuangkat kedua kakinya dan kurenggangkan pahanya.
Dengan tenaga penuh kudorong pantatku. Kini berhasil, dan langsung kugenjot
dengan tempo perlahan saja. Lumayan, dalam keadaan dinding vagina kering begini
baru bisa terasa nikmat.
Rina
kembali bangkit nafsunya setelah beberapa menit beristirahat. Iapun kemudian
mengimbangi permainanku dengan gerakan pinggulnya. Diganjalnya pantatnya dengan
bantal sehinga kemaluannya agak naik. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki
kami saling menjepit dengan posisi silang, kakiku menjepit kaki kirinya dan
kakinya juga menjepit kaki kiriku. Dalam posisi seperti ini dengan gerakan yang
minimal dapat memberikan kenikmatan optimal, sehingga sangat menghemat tenaga.
Kami makin terbuai dengan gerakan masing-masing. Kini kedua kakinya menjepit
kakiku. Ia memutar-mutar pinggul dan membuat gerakan naik turun. Aku meremas,
memilin serta mengisap payudaranya. Kami bisa saling memberikan kenikmatan.
“Ouh.. Achch.. Mmmhh.. Ngngngnhhk” Rina mendesah tertahan.
Kugenjot
pinggulku naik turun dengan irama tertentu. Kadang cepat kadang sangat lambat.
Setiap gerakanku kubuat pinggulku naik agak tinggi sehingga penisku terlepas
dari vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek
bibir vaginanya ia terpekik kecil. Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit
dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku hanya menarik penisku setengah
batang saja saja karena kalau sampai tercabut keluar susah untuk memasukkannya
lagi. Namun keuntungannya jepitan vaginanya jadi sangat terasa.
Kami
mengubah posisi lagi, kembali dalam posisi konvensional. Kedua kakinya kuangkat
ke atas bahuku, lututnya menempel pada perutnya. Dengan bertumpu pada tangan
kubiarkan tubuhku melayang tanpa menempel pada tubuhnya. Sepintas seperti
gerakan orang sedang melakukan push-up. “Rina.. Ouhh nikmat sekali, hebat
sekali permainanmu.. ” Kuperkirakan sudah setengah jam ka-mi bercinta, tenaga
sudah mulai berkurang sehingga kuputuskan untuk segera mencapai puncak.
Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga semakin liar.
“Ke
atas sedikit yang.. Oooh,” pintanya. Kuturuti permintaannya. Aku menggeser
tubuhku, sehingga penisku menggesek bagian atas vaginanya. Gesekan kulit
penisku dengan klitorisnya terasa sangat nikmat. Bunyi deritan ranjang,
erangan, bunyi selangkangan dan paha beradu seakan-akan berlomba. Tubuh kami
sudah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya udara kamar tak terasa
lagi. Kurasakan ada aliran yang menjalar dalam penisku. Inilah saatnya akan
kuakhiri permainan ini. Rina terengah-engah menikmati kenikmatan yang
dirasakannya.
“Rina..
Rin sebentar lagi aku mau keluar.. ” Gerakanku semakin cepat hingga seakan-akan
tubuhku melayang. Lututku mulai sakit. “Ayolah Anto aku juga mmau kkel.. Uar.
Kita sama-sama sampai”. Ketika kurasakan aliran pada penisku tak tertahankan
lagi maka kurapatkan tubuhku ke tubuhnya dan kulepaskan kakinya dari atas bahuku.
Kakinya mengangkang lebar. Kuhunjamkan pinggulku dalam-dalam sambil memekik
tertahan. “Rina.. Ouh .. Sekarang.. Sekarang”. “Ouh Anto aku.. Juga.. Keluar”.
Kakinya
membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat. Kurasakan denyutan
dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan laharku sampai beberapa kali. Giginya
dibenamkan dalam di dadaku sampai terasa pedih. Napas kami masih
tersengal-sengal, kucabut penisku dan menggelosor di sampingnya. Tangannya
memeluk lenganku dan jarinya meremas jariku. “Anto aku masih mau lagi, kita
habiskan malam ini bersama-sama. Ayolah, kumohon.. Pleasse!” ia memintaku.
“Sorry Rin, jangan malam ini. Bukannya aku tidak mau, tapi besok pagi-pagi aku
akan keluar kota
selama beberapa hari. Nanti aku akan memuaskanmu setibanya dari luar kota,” aku mengelak.
Rasanya
badanku sangat lelah sehingga jika kuturuti permintaannya aku merasa tidak
mampu lagi menandinginya. Rina kelihatan agak kecewa namun dia bisa menerima
alasanku. Kami masuk kamar mandi, berpelukan dan berendam air hangat
bersama-sama di bath tub sampai rasanya mau tertidur. Kemudian kami saling
membersihkan tubuh masing-masing. Setelah berpakaian kukecup bibirnya, dia
membalasnya dengan bernafsu, tapi kudorong tubuhnya dengan halus.
“Sudahlah
Rin, nanti saja kita habiskan waktu kita bersama-sama sepanjang hari,” rayuku.
Kami keluar dari hotel dan berpisah di jalan dengan janji untuk bercumbu lagi
setelah kembali dari luar kota.
= TAMAT
=
Sumber : blogger

Tidak ada komentar:
Posting Komentar