|
|
Pagi
itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya
daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap wajahnya dari
balik kaca gelap jendela kamarku. Belum terlalu tua,
umurnya kutaksir belum mencapai usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar wajahnya
segar dan cukup tampan. Rambut dan kumisnya beberapa sudah terselip uban.
|
Toh tidak ada halangan apapun kalau aku menyukai
laki-laki yang jauh di atas umurku. Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku
berdegup keras. Ti-dak, dia tidak melihaku dari luar sana. Oom Pram mengenakan kaos singlet dan
celana pendek, dari pangkal lengannya terlihat seburat ototnya yang masih
kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam 9:00, teman sekamar kostku telah
berangkat sejak jam 6:00 tadi pagi demikian pula penghuni rumah lainnya,
temasuk Tante Pram istrinya yang karyawati perusahaan perbankan.
Memang Oom Pram sejak 5 bulan terakhir terkena PHK
dengan pesangon yang konon cukup besar, karena penciutan perusahaannya.
Sehingga kegiatannya lebih banyak di rumah. Bahkan tak jarang dia yang
menyiapkan sarapan pagi un-tuk kami semua anak kostnya, yaitu roti dan selai
disertai susu panas. Kedua anak-nya sudah kuliah di luar kota. Kami anak kost yang terdiri dari 6
orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka memperlakukan kami
seperti anaknya. Walaupun biaya indekostnya tidak terbilang murah, tetapi kami
menyukainya ka-rena kami seperti di rumah sendiri.
Oom Pram telah selesai mengurus tamannya, ia segera
hilang dari pemandanganku, ah… seandainya dia ke kamarku dan mau me-mijitku,
aku pasti akan senang. aku lebih membutuhkan kasih sayang dan perhati-an dari
obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari dibuatkan bubur sampai
memijit-mijit badanku. Ah.. andaikan Oom Pram yang melakukannya... Kupejamkan
mataku, kunikmati lamunanku sampai kudengar suara siulan dan suara air dari
kamar mandi. Pasti Oom Pram sedang mandi, kubayangkan tubuh-nya tanpa baju di
kamar mandi, lamunanku berkembang menjadi makin hangat, hatiku hangat,
kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh….. indahnya.
Lamunanku terhenti ketika tiba-tiba ada suara ketukan di
pintu kamar-ku, segera kutarik selimut yang sudah terserak di sampingku.
"Masuk..!" kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Pram sudah berada di
ambang pintu masih men-genakan baju mandi. Senyumnya mengambang.
"Bagaimana…. Lina….? Ada
kemajuan..?" dia duduk di pinggir ranjangku, tangannya diulurkan ke arah
keningku. Aku hanya mengangguk lemah.
Walaupun jantungku berdetak keras, aku mencoba membalas
senyumnya. Kemudian tangannya beralih memegang tangan kiriku dan mulai
memjit-mijit. "Lina mau dibikinkan
susu panas…?" tanyanya.
"Terima kasih Oom, Lina sudah sarapan tadi..," balasku. "Enak dipijit seperti ini..?"
tanyanya dan aku pun menganggukkan kepala. Dia masih memijit dari tangan yang
kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke pundakku. Ketika pijitannya
berpindah ke kakiku, aku masih diam saja, karena aku menyukai pijitannya yang
lembut, disamping menim-bulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku.
Disingkirkannya
selimut yang membungkus kakiku, sehingga betis dan pahaku yang kuning langsat
terbuka, bahkan ternyata dasterku yang tipis agak terangkat ke atas mendekati
pangkal paha aku tidak mencoba membetulkannya, aku pura-pura tidak tahu. "Lin… kakimu mulus sekali…. ya….” "Ah.. Oom bisa aja….., kan kulit Tante lebih
mulus lagi," balasku sekenanya. Tangannya masih memijit kakiku dari bawah
ke atas berulang-ulang. Lama-lama kurasakan tangannya tidak lagi memijit tetapi
mengelus dan mengusap pahaku, aku diam saja, aku menikmatinya, birahiku makin
lama makin bangkit.
"Lin.., Oom jadi terangsang…, gimana nih…?"
suaranya terdengar kalem tanpa emosi. "Jangan.. Oom.., nanti Tante
marah..." Mulutku menolak tapi
wajah dan tubuhku berkata lain, dan aku yakin Oom Pram sebagai laki-laki sudah
matang dapat membaca bahasa tubuhku. Aku menggelinjang ketika jari tangannya
mulai menggosok pangkal paha dekat vaginaku yang terbungkus CD. …Dan... astaga...!
ternyata dibalik baju mandinya Oom Pram tidak mengenakan celana dalam se-hingga
penisnya yang membesar dan tegak, keluar dari belahan baju mandinya tanpa
disadarinya.
Nafasku sesak melihat benda yang berdiri keras penuh
dengan tonjolan otot di sekelilingnya dan kepala yang licin mengkilat. Ingin
rasanya aku meme-gang dan mengelusnya. Tetapi kutahan hasratku itu, rasa maluku
masih me-ngalahkan nafsuku. Oom Pram membungkuk menciumku, kurasakan bibirnya
yang hangat menyentuh bibirku dengan lembut. Kehangatan menjalar ke lubuk
hatiku dan ketika kurasakan lidahnya mencari-cari lidahku dan maka kusambut
dengan lidahku pula, aku melayani hisapan-hisapannya dengan penuh gairah.
Separuh tubuhnya sudah menindih tubuhku, kemaluannya
menempel di pahaku sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke buah dadaku. Dia
meremas dadaku dengan lembut sambil menghisap bibirku. Tanpa canggung lagi
kurengkuh tubuhnya, kuusap punggungnya dan terus ke bawah ke arah pahanya yang
penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir enak sekali, tangannya sudah menyelusup
ke balik dasterku yang tanpa BH, remasan jarinya sangat ahli, kadang putingku
dipelintir sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa. Nafasku makin memburu ketika dia melepas
ciumannya. Kutatap wajahnya, aku kecewa, tapi dia ter-senyum dibelainya
wajahku.
"Lin.. kau cantik sekali..." dia memujaku.
"Aku ingin menyetubuhimu.., tapi… apakah kamu masih perawan...?" aku mengangguk lemah. Memang aku masih
perawan, walaupun aku pernah "petting" dengan kakak iparku sampai kami
orgasme tapi sampai saat ini aku belum pernah melakukan persetubuhan. Dengan
pacarku kami sebatas ciuman biasa, dia terlalu alim untuk melakukan itu.
Sedangkan kebutuhan seksku selama ini terpenuhi dengan mansturbasi, dengan
khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek khayalanku yaitu kakak iparku dan
yang kedua adalah Oom Pram induk semangku, yang sekarang setengah menindih
tubuhku.
Sebenarnya andaikata dia tidak menanyakan soal
keperawanan, pasti aku tak dapat menolak jika ia menyetubuhiku, karena dorongan
birahiku kurasakan melebihi birahinya. Kulihat dengan jelas pengendalian
dirinya, dia tidak menggebu, dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya
dengan tenang, lembut dan sabar. Justru akulah yang kurasakan meledak-ledak.
"Bagaimana… Lin? Kita…
teruskan…?" tangannya masih
mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab. Aku ingin, ingin sekali, tapi aku
tak ingin perawanku hilang. Kupejamkan mataku menghindari tatapannya.
"Oom... pakai tangan saja…," bisikku kecewa. Tanpa menunggu lagi,
tangannya sudah melucuti seluruh dasterku, aku tinggal mengena-kan celana
dalam, dia juga telah telanjang utuh. Seluruh tubuhnya mengkilat karena
keringat, batang kemaluannya panjang dan besar berdiri tegak.
Diangkatnya pantatku, dilepaskannya celana dalamku yang
telah basah sejak tadi. Kubiarkan tangannya membuka selangkanganku lebar-lebar.
Kulihat vaginaku telah merekah kemerahan, bibirnya mengkilat lembab, klitorisku
terasa sudah membesar dan memerah, di dalam lubang kemaluanku telah terbanjiri
oleh lendir yang siap melumasi, setiap barang yang akan masuk. Oom Pram
mem-bungkuk dan mulai menjilat dinding kiri dan kanan kemaluanku, terasa nikmat
sekali, aku menggeliat, lidahnya menggeser makin ke atas ke arah klitoris,
kupegang kepalanya dan aku mulai merintih kenikmatan.
Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di atas klitorisku
yang makin membengkak. Karena kenikmatan tanpa terasa aku telah menggoyang
pantatku, kadang kuangkat kadang ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba…. Oom Pram
melakukan sedotan kecil di klitorisku, kadang disedot.. kadang dipermainkan
dengan ujung lidah. Kenikmatan yang kudapat luar biasa, diseluruh kelamin
sampai pinggulku, gerakanku makin lama makin tak terkendali, "Oom... aduh.. Oom... Lin mau keluar...."
Kuangkat tinggi tinggi pantatku, aku sudah siap untuk berorgasme, tapi pada
saat yang tepat dia me-lepaskan ciumannya dari vagina.
Dia
menarikku bangun dan menyorongkan ke-maluannya yang kokoh itu kemulutku.
"Gantian... ya... Lin... aku ingin kau me-ngisap punyaku…" Kutangkap
kemaluannya…, terasa penuh dan keras dalam genggamanku. Oom Pram sudah
terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum kelaminnya. Aku sering
membayangkan dan aku juga beberapa kali menonton dalam film biru. Tetapi baru
kali inilah aku melakukannya.
Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal
kemaluannya dengan lidahku dari pangkal sampai ke ujung penisnya yang mengkilat
berkali-kali. "Ahh... Enak.. sekali Lin..." dia berdesis. Kemudian
kukulum.. dan.. kusedot-sedot dan kujilat dengan lidahku sedangkan pangkal
kemaluannya kuelus dengan jariku. Suara desahan Oom Pram membuatku tidak tahan
menahan birahi. Kusudahi permainan di kelaminnya, tiba-tiba aku sudah setengah
jongkok di atas tubuhnya, kemaluannya persis di depan lubang vaginaku.
"Oom…, Lin... masukin dikit… ya…. Oom…, Lin pengen… sekali…..”
Dia hanya tersenyum. "Hati-hati.. ya... jangan
terlalu dalam..." Aku sudah tidak lagi mendengar kata-katanya. Kupegang
kemaluannya, kutempelkan pada bibir kemaluanku, kusapu-sapukan sebentar di
kli-toris dan bibir bawah, dan... oh…, ketika kepala kemaluanya kumasukkan
dalam lubang, aku hampir terbang…. Beberapa detik aku tidak berani bergerak
tanganku masih memegangi kemaluannya, ujung kemaluannya masih menancap dalam
lubang vaginaku. Kurasakan kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak
yakin, apakah kedutan berasal dariku atau darinya.
Kuangkat sedikit pantatku, dan gesekan itu, diujung
kemaluannya yang sangat besar terasa menggeser bibir dalam dan pangkal
klitoris. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam dan kenikmatan itupun makin
dalam, separuh batang kemaluannya sudah melesak dalam kemaluanku. Kukocokkan
kemaluannya naik-turun, tidak ada rasa sakit seperti yang sering aku dengar
dari temanku ketika keperawanannya hilang, padahal sudah separuh kemaluan oom
Pram masuk dalam vaginaku.
Kujepit kemaluannya dengan otot dalam, kusedot ke dalam.
Kulepas kembali berulang-ulang. "Oh... Lin... kau hebat…, jepitanmu…
nikmat sekali…." Kudengar Oom Pram mendesis-desis, payudaraku
diremas-remas dan membuat aku merintih-rintih ketika dalam jepitanku itu, dia
mengocokkan kemaluannya dari bawah. Aku merintih, mendesis, mendengus, dan
akhirnya kehilangan kontrolku. Kudorong pinggulku ke bawah, terus ke bawah
sehingga penis Oom Pram sudah utuh masuk seluruhnya ke dalam vaginaku, tidak
ada rasa sakit, yang ada hanyalah kenikmatan yang meledak-ledak.
Dari posisi duduk, kurubuhkan badanku di atas badannya,
susuku menempel di dadanya dan perutku merekat pada perutnya. Kudekap Oom Pram
erat-erat. Tangan kiri Oom Pram mendekap punggungku, sedang tangan kanannya
mengusap-usap bokongku dan analku. Aku makin kenikmatan. Sambil merintih-rintih
kukocok dan kugoyang pinggulku, sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar
menyodok-nyodok dari bawah. Tiba-tiba aku tidak tahan lagi, kedutan yg tadinya
kecil, makin lama makin keras dan akhirnya meledak. "Ahhh..." Kutekan vaginaku ke penisnya, kedutannya
keras sekali.., nikmat sekali… Dan hampir ber-samaan dari dalam vagina terasa
cairan hangat, menyemprot dinding rahimku. "Ooohhh..." Oom Pram juga ejakulasi pada saat yang
bersamaan. Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kemaluannya masih
menyesaki vaginaku. Kurasai vaginaku masih berkedut dan makin lama makin lemah.
Tapi kelaminku masih menyebarkan kenikmatan.
Pagi itu keperawananku hilang tanpa darah dan tanpa rasa sakit…. Tapi
aku tidak menyesal……
T A M A T
Sumber : Blogger

Tidak ada komentar:
Posting Komentar