Selasa, 01 September 2015

Bapak Kost



Pagi itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun-daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap wajahnya dari balik kaca gelap jendela kamarku. Belum terlalu tua, umurnya kutaksir belum mencapai usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar wajahnya segar dan cukup tampan. Rambut dan kumisnya beberapa sudah terselip uban.



Hari itu memang aku masih tergeletak di kamar kostku. Sejak kemarin aku tidak kuliah karena terserang flu. Jendela kamarku yang berkaca gelap dan menghadap ke taman samping rumah membuatku merasa asri melihat hijau taman, apa-lagi di sana ada seorang laki-lai setengah baya yang sering kukagumi. Memang usiaku saat itu baru menginjak 21 tahun dan aku masih duduk di semester enam di fakultasku dan sudah punya pacar yang selalu rajin mengunjungiku di malam minggu.

Toh tidak ada halangan apapun kalau aku menyukai laki-laki yang jauh di atas umurku. Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku berdegup keras. Ti-dak, dia tidak melihaku dari luar sana. Oom Pram mengenakan kaos singlet dan celana pendek, dari pangkal lengannya terlihat seburat ototnya yang masih kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam 9:00, teman sekamar kostku telah berangkat sejak jam 6:00 tadi pagi demikian pula penghuni rumah lainnya, temasuk Tante Pram istrinya yang karyawati perusahaan perbankan.

Memang Oom Pram sejak 5 bulan terakhir terkena PHK dengan pesangon yang konon cukup besar, karena penciutan perusahaannya. Sehingga kegiatannya lebih banyak di rumah. Bahkan tak jarang dia yang menyiapkan sarapan pagi un-tuk kami semua anak kostnya, yaitu roti dan selai disertai susu panas. Kedua anak-nya sudah kuliah di luar kota. Kami anak kost yang terdiri dari 6 orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka memperlakukan kami seperti anaknya. Walaupun biaya indekostnya tidak terbilang murah, tetapi kami menyukainya ka-rena kami seperti di rumah sendiri.

Oom Pram telah selesai mengurus tamannya, ia segera hilang dari pemandanganku, ah… seandainya dia ke kamarku dan mau me-mijitku, aku pasti akan senang. aku lebih membutuhkan kasih sayang dan perhati-an dari obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari dibuatkan bubur sampai memijit-mijit badanku. Ah.. andaikan Oom Pram yang melakukannya... Kupejamkan mataku, kunikmati lamunanku sampai kudengar suara siulan dan suara air dari kamar mandi. Pasti Oom Pram sedang mandi, kubayangkan tubuh-nya tanpa baju di kamar mandi, lamunanku berkembang menjadi makin hangat, hatiku hangat, kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh….. indahnya.

Lamunanku terhenti ketika tiba-tiba ada suara ketukan di pintu kamar-ku, segera kutarik selimut yang sudah terserak di sampingku. "Masuk..!" kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Pram sudah berada di ambang pintu masih men-genakan baju mandi. Senyumnya mengambang. "Bagaimana…. Lina….? Ada kemajuan..?" dia duduk di pinggir ranjangku, tangannya diulurkan ke arah keningku. Aku hanya mengangguk lemah.

Walaupun jantungku berdetak keras, aku mencoba membalas senyumnya. Kemudian tangannya beralih memegang tangan kiriku dan mulai memjit-mijit.  "Lina mau dibikinkan susu panas…?" tanyanya.  "Terima kasih Oom, Lina sudah sarapan tadi..," balasku.  "Enak dipijit seperti ini..?" tanyanya dan aku pun menganggukkan kepala. Dia masih memijit dari tangan yang kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke pundakku. Ketika pijitannya berpindah ke kakiku, aku masih diam saja, karena aku menyukai pijitannya yang lembut, disamping menim-bulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku.

Disingkirkannya selimut yang membungkus kakiku, sehingga betis dan pahaku yang kuning langsat terbuka, bahkan ternyata dasterku yang tipis agak terangkat ke atas mendekati pangkal paha aku tidak mencoba membetulkannya, aku pura-pura tidak tahu.  "Lin… kakimu mulus sekali…. ya….”   "Ah.. Oom bisa aja….., kan kulit Tante lebih mulus lagi," balasku sekenanya. Tangannya masih memijit kakiku dari bawah ke atas berulang-ulang. Lama-lama kurasakan tangannya tidak lagi memijit tetapi mengelus dan mengusap pahaku, aku diam saja, aku menikmatinya, birahiku makin lama makin bangkit. 

"Lin.., Oom jadi terangsang…, gimana nih…?" suaranya terdengar kalem tanpa emosi. "Jangan.. Oom.., nanti Tante marah..."  Mulutku menolak tapi wajah dan tubuhku berkata lain, dan aku yakin Oom Pram sebagai laki-laki sudah matang dapat membaca bahasa tubuhku. Aku menggelinjang ketika jari tangannya mulai menggosok pangkal paha dekat vaginaku yang terbungkus CD. …Dan... astaga...! ternyata dibalik baju mandinya Oom Pram tidak mengenakan celana dalam se-hingga penisnya yang membesar dan tegak, keluar dari belahan baju mandinya tanpa disadarinya.

Nafasku sesak melihat benda yang berdiri keras penuh dengan tonjolan otot di sekelilingnya dan kepala yang licin mengkilat. Ingin rasanya aku meme-gang dan mengelusnya. Tetapi kutahan hasratku itu, rasa maluku masih me-ngalahkan nafsuku. Oom Pram membungkuk menciumku, kurasakan bibirnya yang hangat menyentuh bibirku dengan lembut. Kehangatan menjalar ke lubuk hatiku dan ketika kurasakan lidahnya mencari-cari lidahku dan maka kusambut dengan lidahku pula, aku melayani hisapan-hisapannya dengan penuh gairah.

Separuh tubuhnya sudah menindih tubuhku, kemaluannya menempel di pahaku sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke buah dadaku. Dia meremas dadaku dengan lembut sambil menghisap bibirku. Tanpa canggung lagi kurengkuh tubuhnya, kuusap punggungnya dan terus ke bawah ke arah pahanya yang penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir enak sekali, tangannya sudah menyelusup ke balik dasterku yang tanpa BH, remasan jarinya sangat ahli, kadang putingku dipelintir sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.  Nafasku makin memburu ketika dia melepas ciumannya. Kutatap wajahnya, aku kecewa, tapi dia ter-senyum dibelainya wajahku. 

"Lin.. kau cantik sekali..." dia memujaku. "Aku ingin menyetubuhimu.., tapi… apakah kamu masih perawan...?"  aku mengangguk lemah. Memang aku masih perawan, walaupun aku pernah "petting" dengan kakak iparku sampai kami orgasme tapi sampai saat ini aku belum pernah melakukan persetubuhan. Dengan pacarku kami sebatas ciuman biasa, dia terlalu alim untuk melakukan itu. Sedangkan kebutuhan seksku selama ini terpenuhi dengan mansturbasi, dengan khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek khayalanku yaitu kakak iparku dan yang kedua adalah Oom Pram induk semangku, yang sekarang setengah menindih tubuhku.

Sebenarnya andaikata dia tidak menanyakan soal keperawanan, pasti aku tak dapat menolak jika ia menyetubuhiku, karena dorongan birahiku kurasakan melebihi birahinya. Kulihat dengan jelas pengendalian dirinya, dia tidak menggebu, dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya dengan tenang, lembut dan sabar. Justru akulah yang kurasakan meledak-ledak. "Bagaimana… Lin?  Kita… teruskan…?"  tangannya masih mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab. Aku ingin, ingin sekali, tapi aku tak ingin perawanku hilang. Kupejamkan mataku menghindari tatapannya. "Oom... pakai tangan saja…," bisikku kecewa. Tanpa menunggu lagi, tangannya sudah melucuti seluruh dasterku, aku tinggal mengena-kan celana dalam, dia juga telah telanjang utuh. Seluruh tubuhnya mengkilat karena keringat, batang kemaluannya panjang dan besar berdiri tegak.

Diangkatnya pantatku, dilepaskannya celana dalamku yang telah basah sejak tadi. Kubiarkan tangannya membuka selangkanganku lebar-lebar. Kulihat vaginaku telah merekah kemerahan, bibirnya mengkilat lembab, klitorisku terasa sudah membesar dan memerah, di dalam lubang kemaluanku telah terbanjiri oleh lendir yang siap melumasi, setiap barang yang akan masuk. Oom Pram mem-bungkuk dan mulai menjilat dinding kiri dan kanan kemaluanku, terasa nikmat sekali, aku menggeliat, lidahnya menggeser makin ke atas ke arah klitoris, kupegang kepalanya dan aku mulai merintih kenikmatan.

Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di atas klitorisku yang makin membengkak. Karena kenikmatan tanpa terasa aku telah menggoyang pantatku, kadang kuangkat kadang ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba…. Oom Pram melakukan sedotan kecil di klitorisku, kadang disedot.. kadang dipermainkan dengan ujung lidah. Kenikmatan yang kudapat luar biasa, diseluruh kelamin sampai pinggulku, gerakanku makin lama makin tak terkendali,  "Oom... aduh.. Oom... Lin mau keluar...." Kuangkat tinggi tinggi pantatku, aku sudah siap untuk berorgasme, tapi pada saat yang tepat dia me-lepaskan ciumannya dari vagina.

Dia menarikku bangun dan menyorongkan ke-maluannya yang kokoh itu kemulutku. "Gantian... ya... Lin... aku ingin kau me-ngisap punyaku…" Kutangkap kemaluannya…, terasa penuh dan keras dalam genggamanku. Oom Pram sudah terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum kelaminnya. Aku sering membayangkan dan aku juga beberapa kali menonton dalam film biru. Tetapi baru kali inilah aku melakukannya.

Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal kemaluannya dengan lidahku dari pangkal sampai ke ujung penisnya yang mengkilat berkali-kali. "Ahh... Enak.. sekali Lin..." dia berdesis. Kemudian kukulum.. dan.. kusedot-sedot dan kujilat dengan lidahku sedangkan pangkal kemaluannya kuelus dengan jariku. Suara desahan Oom Pram membuatku tidak tahan menahan birahi. Kusudahi permainan di kelaminnya, tiba-tiba aku sudah setengah jongkok di atas tubuhnya, kemaluannya persis di depan lubang vaginaku. "Oom…, Lin... masukin dikit… ya…. Oom…, Lin pengen… sekali…..” 

Dia hanya tersenyum. "Hati-hati.. ya... jangan terlalu dalam..." Aku sudah tidak lagi mendengar kata-katanya. Kupegang kemaluannya, kutempelkan pada bibir kemaluanku, kusapu-sapukan sebentar di kli-toris dan bibir bawah, dan... oh…, ketika kepala kemaluanya kumasukkan dalam lubang, aku hampir terbang…. Beberapa detik aku tidak berani bergerak tanganku masih memegangi kemaluannya, ujung kemaluannya masih menancap dalam lubang vaginaku. Kurasakan kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak yakin, apakah kedutan berasal dariku atau darinya.

Kuangkat sedikit pantatku, dan gesekan itu, diujung kemaluannya yang sangat besar terasa menggeser bibir dalam dan pangkal klitoris. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam dan kenikmatan itupun makin dalam, separuh batang kemaluannya sudah melesak dalam kemaluanku. Kukocokkan kemaluannya naik-turun, tidak ada rasa sakit seperti yang sering aku dengar dari temanku ketika keperawanannya hilang, padahal sudah separuh kemaluan oom Pram masuk dalam vaginaku.

Kujepit kemaluannya dengan otot dalam, kusedot ke dalam. Kulepas kembali berulang-ulang. "Oh... Lin... kau hebat…, jepitanmu… nikmat sekali…." Kudengar Oom Pram mendesis-desis, payudaraku diremas-remas dan membuat aku merintih-rintih ketika dalam jepitanku itu, dia mengocokkan kemaluannya dari bawah. Aku merintih, mendesis, mendengus, dan akhirnya kehilangan kontrolku. Kudorong pinggulku ke bawah, terus ke bawah sehingga penis Oom Pram sudah utuh masuk seluruhnya ke dalam vaginaku, tidak ada rasa sakit, yang ada hanyalah kenikmatan yang meledak-ledak.

Dari posisi duduk, kurubuhkan badanku di atas badannya, susuku menempel di dadanya dan perutku merekat pada perutnya. Kudekap Oom Pram erat-erat. Tangan kiri Oom Pram mendekap punggungku, sedang tangan kanannya mengusap-usap bokongku dan analku. Aku makin kenikmatan. Sambil merintih-rintih kukocok dan kugoyang pinggulku, sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar menyodok-nyodok dari bawah. Tiba-tiba aku tidak tahan lagi, kedutan yg tadinya kecil, makin lama makin keras dan akhirnya meledak.  "Ahhh..."  Kutekan vaginaku ke penisnya, kedutannya keras sekali.., nikmat sekali… Dan hampir ber-samaan dari dalam vagina terasa cairan hangat, menyemprot dinding rahimku. "Ooohhh..."  Oom Pram juga ejakulasi pada saat yang bersamaan. Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kemaluannya masih menyesaki vaginaku. Kurasai vaginaku masih berkedut dan makin lama makin lemah. Tapi kelaminku masih menyebarkan kenikmatan.  Pagi itu keperawananku hilang tanpa darah dan tanpa rasa sakit…. Tapi aku tidak menyesal……

T A M A T
Sumber : Blogger

Tidak ada komentar:

Posting Komentar